4 MESJID YANG TIDAK
AKAN DIMASUKI OLEH DAJJAL
Dajjal tak akan masuk ke
tempat-tempat ini sebagaimana yang dikabarkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu
‘alaihi wa sallam.
Mujahid-rahimahullah-berkata,
كُنَّا
سِتَّ سِنِيْنَ عَلَيْنَا جُنَادَةُ بْنُ أَبِيْ أُمَيَّةَ, فَقَامَ فَخَطَبَنَا
فَقَالَ: أَتَيْنَا رَجُلاً مِنْ اْلأِنْصَارِ مِنْ أَصْحَابِ رَسُوْلِ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فَدَخَلْنَا عَلَيْهِ فَقُلْنَا: حَدِّثْنَا مَا
سَمِعْتَ مِنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ وَلاَ
تُحَدِّثْنَا مَا سَمِعْتَ مِنْ النَّاسِ. فَشَدَدْنَا عَلَيْهِ فَقَالَ: قَامَ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فِيْنَا فَقَالَ: أَنْذَرْتُكُمُ
الْمَسِيْحَ وَهُوَ مَمْسُوْحُ الْعَيْنَ –قَالَ: أَحْسَبُهُ قَالَ: اَلْيُسْرَى-
يَسِيْرُ مَعَهُ جِبَالُ الْخُبْزِ وَأَنْهَارُ الْمَاءِ, عَلاَمَتُهُ: يَمْكُثُ
فِي اْلأَرْضِ أَرْبَعِيْنَ صَبَاحًا. يَبْلُغُ سُلْطَانُهُ كُلَّ مَنْهَلٍ لاَ
يَأْتِيْ أَرْبَعَةَ مَسَاجِدَ : اَلْكَعْبَةَ وَمَسْجِدِ الرَّسُوْلِ و
الْمَسْجِدَ اْلأَقْصَى والطورَ. وَمَهْمَا كَانَ مِنْ ذَلِكَ فَاعْلَمُوْا أَنَّ
اللهَ عَزَّ وَجَلَّ لَيْسَ بِأَعْوَرَ –وَقَالَ ابْنُ عَوْنٍ: وَأَحْسَبُهُ قَدْ
قَالَ:-يُسَلَّطُ عَلَى رَجُلٍ فَيَقْتُلُهُ, ثُمَّ يُحْيِيْهِ وَلاَ يُسَلَّطُ
عَلَى غَيْرِهِ
“Selama enam tahun, kami di bawah pimpinan Junadah bin Abi Umayyah. Dia pernah
berdiri memberikan khutbah kepada kami seraya berkata, “Kami pernah mendatangi
seorang Anshor (Ubadah bin Ash-Shomit, pent.) dari kalangan sahabat Rasulullah
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kami pun masuk menemuinya seraya
berkata, “Ceritakanlah kepada kami sesuatu yang pernah Anda dengar dari
Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, jangan Anda ceritakan kepada
kami sesuatu yang kau dengarkan dari orang-orang”, lalu kamipun mendesaknya.
Maka dia (Ubadah bin Ash-Shomith) berkata, “Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa
sallam- pernah berdiri di depan kami seraya bersabda, “Aku ingatkan kalian
(bahaya) Al-Masih (yakni, Dajjal). Dia adalah seorang yang buta sebelah (picok)
matanya –Rowi berkata, “Aku yakin ia bersabda,”yang kiri”–. Akan berjalan
bersamanya gunung-gunung roti, dan sungai air. Tandanya, ia akan tinggal di
bumi selama 40 hari. Kekuasaannya akan mencapai semua tempat minum (telaga). Dia
tak akan mendatangi empat masjid: Masjid Ka’bah, Masjid Rasul, Masjidil Aqsho,
dan Thur (Thursina’). Apapun yang terjadi, ketahuilah bahwa Allah -Azza wa
Jalla- tidaklah buta sebelah. –Ibnu Aun (rawi) berkata,”Aku yakin ia bersabda,–
ditundukkan baginya seorang laki-laki; Dajjal pun membunuhnya, lalu ia hidupkan,
dan tidak ditundukkan selainnya“. [HR. Ahmad (5/364). Di-shohih-kan oleh
Al-Arna’uth dalam Takhrij Al-Musnad (23139)]
Bahwasanya masjid yang dimaksukan
Hadits ini ialah "Masjidil Haram, Masjidil Madinah, Masjidil Thursinah,
dan Masjidil Aqsa".
1. MESJID HARAM (MASJIDIL
HARAM AL-MUKARRAMAH)
Masjidil Haram (bahasa Arab:
المسجد الحرام) adalah sebuah masjid
di kota Mekkah yang
dipandang sebagai tempat tersuci bagi umat Islam. Masjid ini juga
merupakan tujuan utama dalam ibadah haji.
Masjid ini dibangun mengelilingi Ka'bah yang menjadi arah kiblat bagi umat
Islam dalam mengerjakan ibadah Salat.
Masjid ini juga merupakan Masjid
terbesar di dunia. Masjiil Haram atau Masjid Haram sesuai namanya juga
merupakan masjid yang memang diharamkan dimasuki oleh kaum kafir dan yahudi.
Bahkan diharamkan bukan hanya untuk memasukinya tetapi menginjakkan kaki di
tanah Haram yakni Mekkah Al-Mukarramah yang bermakna “Yang Dimuliakan”. Imam
Besar masjid ini adalah Syaikh Abdurrahman As-Sudais, seorang imam yang dikenal dalam
membaca Al Qur'an
dengan artikulasi yang jelas dan suara yang merdu dan Saykh Shuraim. Muadzin besar dan paling senior
di Masjid Al-Haram adalah Ali Mulla yang suara adzanya sangat
terkenal di dunia islam termasuk pada media international. Menurut keyakinan
umat Islam, Ka'bah atau nama lainnya Bakkah pertama sekali dibina oleh
Nabi Adam.
Dan kemudian dilanjutkan pada masa Nabi Ibrahim
bersama dengan anaknya, Nabi Ismail
yang meninggikan dasar-dasar Ka'bah dan sekaligus membangun masjid di sekitar
Ka'bah tersebut. Ka'bah kurang lebih terletak di tengah masjidil Haram:
tingginya mencapai limabelas hasta; bentuknya kubus batu besar. Selanjutnya
perluasan Masjidil Haram dimulai pada tahun 638 sewaktu khalifah
Umar bin Khattab,
dengan membeli rumah-rumah di sekeliling Ka'bah dan diruntuhkan untuk tujuan
perluasan, dan kemudian dilanjutkan lagi pada masa khalifah Usman bin Affan
sekitar tahun 647 M. Menurut hadits shahih, satu kali salat di Masjidil Haram
sama dengan 100.000 kali salat di masjid-masjid lain, kecuali Masjid Nabawi dan
Masjidil Aqsha. Satu kali salat di Masjid Nabawi sama dengan 1.000 kali salat
di masjid-masjid lain, kecuali Masjidil Haram dan Masjidil Aqsha. Adapun satu
kali salat di Masjidil Aqsha sama dengan 250 kali salat di masjid-masjid lain,
kecuali Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Seluruh umat islam diperintah untuk
memalingkan wajahnya/hatinya kearah masjidil haram dimanapun berada, hal ini di
perkuat dengan surah al-baqarah ayat 149 dan 150. perintah ini hampir sama
derajatnya dengan perintah Allah yang lain seperti hal melakukan sholat, zakat,
puasa, haji sebagai wujud hati yang terikat dan ingat kepada Allah dalam segala
hal duniawi ini.
2. MESJID NABAWI (MASJIDIN NABAWI AL-MUNAWWARAH)
Masjid
Nabawi adalah salah satu mesjid
terpenting yang terdapat di Kota Madinah, Arab Saudi karena dibangun oleh Nabi Muhammad SAW dan menjadi
tempat makam beliau dan para sahabatnya. Masjid ini merupakan salah satu masjid
yang utama bagi umat Muslim setelah Masjidil Haram di Mekkah dan Masjidil Aqsa di Yerusalem. Masjid ini juga merupakan Masjid
terbesar ke-2 di dunia, setelah Masjidil Haram di Mekkah. Masjid Nabawi adalah masjid kedua
yang dibangun oleh Rasulullah saw., setelah Masjid Quba yang didirikan dalam perjalanan hijrah beliau dari
Mekkah ke Madinah. Masjid Nabawi dibangun sejak saat-saat pertama Rasulullah
saw. tiba di Madinah, yalah di tempat unta tunggangan Nabi Muhammad SAW
menghentikan perjalanannya. Lokasi itu semula adalah tempat penjemuran buah kurma milik anak yatim dua bersaudara Sahl dan Suhail bin ‘Amru,
yang kemudian dibeli oleh Rasulullah saw. untuk dibangunkan masjid dan tempat
kediaman beliau. Awalnya, masjid ini berukuran sekitar 50m×50m,
dengan tinggi atap sekitar 3,5m. Rasulullah Muhammad SAW turut membangunnya
dengan tangannya sendiri bersama-sama dengan para shahabat dan kaum muslimin.
Tembok di keempat sisi masjid ini terbuat dari batu bata dan tanah, sedangkan
atapnya dari daun kurma dengan tiang-tiang penopangnya dari batang kurma.
Sebagian atapnya dibiarkan terbuka begitu saja. Selama sembilan tahun pertama,
masjid ini tanpa penerangan di malam hari. Hanya di waktu Isya, diadakan
sedikit penerangan dengan membakar jerami. Kemudian melekat pada salah satu
sisi masjid, dibangun kediaman Nabi saw. Kediaman Nabi ini tidak seberapa besar
dan tidak lebih mewah dari keadaan masjidnya, hanya tentu saja lebih tertutup.
Selain itu ada pula bagian yang digunakan sebagai tempat orang-orang
fakir-miskin yang tidak memiliki rumah. Belakangan, orang-orang ini dikenal
sebagai ahlussufah atau para penghuni teras masjid. Setelah itu
berkali-kali masjid ini direnovasi dan diperluas. Renovasi yang pertama
dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab pada
tahun 17 H, dan yang kedua oleh Khalifah Utsman bin Affan pada tahun 29 H. Di zaman modern, Raja Abdul Aziz dari
Kerajaan Saudi Arabia meluaskan masjid ini menjadi 6.024 m² pada tahun 1372 H.
Perluasan ini kemudian dilanjutkan oleh penerusnya, Raja Fahd pada tahun 1414 H, sehingga luas bangunan masjidnya
hampir mencapai 100.000 m², ditambah dengan lantai atas yang mencapai luas
67.000 m² dan pelataran masjid yang dapat digunakan untuk salat seluas 135.000
m². Masjid Nabawi kini dapat menampung kira-kira 535.000 jemaah. Keutamaannya
dinyatakan oleh Nabi saw., sebagaimana diterima dari Jabir ra. (yang artinya):
"Satu kali salat
di masjidku ini, lebih besar pahalanya dari seribu kali salat di masjid yang
lain, kecuali di Masjidil Haram. Dan satu kali salat di Masjidil Haram lebih
utama dari seratus ribu kali salat di masjid lainnya." (Riwayat Ahmad, dengan sanad yang
sah).
"Barangsiapa melakukan salat di
mesjidku sebanyak empat puluh kali tanpa luput satu kali salat pun juga, maka
akan dicatat kebebasannya dari neraka, kebebasan dari siksa dan
terhindarlah ia dari kemunafikan." (Riwayat Ahmad dan Thabrani dengan
sanad yang sah).
Dari Sa’id bin Musaiyab, yang diterimanya dari Abu Hurairah, bahwa Nabi SAW bersabda (yang artinya):
"Tidak perlu disiapkan kendaraan,
kecuali buat mengunjungi tiga buah masjid: Masjidil Haram, masjidku ini, dan
Masjidil Aqsa." (Riwayat
Bukhari, Muslim dan Abu Dawud).
Berdasarkan hadis-hadis ini maka Kota Medinah dan terutama
Masjid Nabawi selalu ramai dikunjungi umat Muslim
yang tengah melaksanakan ibadah haji
atau umrah sebagai amal sunah.
Salah satu bagian Masjid Nabawi terkenal dengan sebutan Raudlah (taman surga).
Doa-doa yang dipanjatkan dari Raudlah ini diyakini akan dikabulkan oleh Allah
swt. Raudlah terletak di antara mimbar dengan makam (dahulu rumah) Rasulullah
Muhammad SAW. Diterima dari Abu Hurairah, bahwa Nabi Muhammad SAW. bersabda
(yang artinya):
"Tempat yang terletak di antara
rumahku dengan mimbarku merupakan suatu taman di antara taman-taman surga,
sedang mimbarku itu terletak di atas kolamku." (Riwayat Bukhari).
Rasulullah saw. dimakamkan di tempat meninggalnya, yakni
di tempat yang dahulunya adalah kamar Ummul Mukminin Aisyah
ra., isteri Nabi saw. Kemudian berturut-turut dimakamkan pula dua shahabat
terdekatnya di tempat yang sama, yakni Abu Bakar Al-Shiddiq dan Umar bin Khattab. Karena perluasan-perluasan Masjid Nabawi, ketiga
makam itu kini berada di dalam masjid, yakni di sudut tenggara (kiri depan)
masjid. Aisyah sendiri, dan banyak lagi shahabat yang lain, dimakamkan di
pemakaman umum Baqi. Dahulu
terpisah cukup jauh, kini dengan perluasan masjid, Baqi jadi terletak
bersebelahan dengan halaman Masjid Nabawi.
3. MESJID AQSHA (MASJIDIL AQSHA)
Masjid Al-Aqsa, juga ditulis Al-Aqsha (bahasa Arab:المسجد الاقصى, Al-Masjid Al-Aqsha
yang berarti harfiah: "masjid terjauh") adalah salah satu tempat suci
agama Islam yang menjadi bagian dari kompleks bangunan suci di
Kota Lama Yerusalem
(Yerusalem Timur). Kompleks tempat masjid ini (di dalamnya juga termasuk Kubah Batu) dikenal oleh umat Islam
dengan sebutan Al-Haram Asy-Syarif
atau "tanah suci yang mulia". Tempat ini oleh umat Yahudi
dan Kristen dikenal pula dengan sebutan Bait Suci (bahasa Ibrani: הַר הַבַּיִת, Har
haBáyit, bahasa Inggris: Temple
Mount), suatu tempat paling suci dalam agama Yahudi yang umumnya dipercaya merupakan tempat Bait
Pertama dan Bait Kedua dahulu pernah berdiri. Masjid Al-Aqsa secara luas
dianggap sebagai tempat suci ketiga oleh umat Islam. Muslim percaya bahwa Muhammad diangkat ke Sidratul Muntaha dari tempat ini setelah sebelumnya dibawa
dari Masjid Al-Haram di Mekkah
ke Al-Aqsa dalam peristiwa Isra' Mi'raj. Kitab-kitab hadist
menjelaskan bahwa Muhammad mengajarkan umat Islam berkiblat ke arah Masjid
Al-Aqsa (Baitul Maqdis) hingga 17 bulan setelah
hijrah ke Madinah. Setelah itu kiblat salat adalah Ka'bah di dalam Masjidil Haram, Mekkah, hingga sekarang. Pengertian Masjid
Al-Aqsa pada peristiwa Isra' Mi'raj dalam Al-Qur'an (Surah Al-Isra' ayat 1) meliputi seluruh kawasan Al-Haram
Asy-Syarif. Masjid Al-Aqsa pada awalnya adalah rumah ibadah kecil yang
didirikan oleh Umar bin Khattab, salah
seorang Khulafaur Rasyidin, tetapi
telah diperbaiki dan dibangun kembali oleh khalifah Umayyah Abdul Malik dan
diselesaikan oleh putranya Al-Walid pada tahun 705
Masehi. Setelah gempa bumi tahun 746, masjid ini hancur seluruhnya dan dibangun
kembali oleh khalifah Abbasiyah Al-Mansur pada tahun 754, dan dikembangkan lagi oleh
penggantinya Al-Mahdi pada tahun 780. Gempa berikutnya menghancurkan
sebahagian besar Al-Aqsa pada tahun 1033, namun dua tahun kemudian khalifah Fatimiyyah Ali Azh-Zhahir membangun kembali masjid ini yang masih tetap
berdiri hingga kini. Dalam berbagai renovasi berkala yang dilakukan, berbagai
dinasti kekhalifahan Islam telah melakukan penambahan terhadap masjid
dan kawasan sekitarnya, antara lain pada bagian kubah,
fasad, mimbar, menara,
dan interior bangunan. Ketika Tentara Salib menaklukkan Yerusalem pada tahun 1099, mereka menggunakan masjid ini
sebagai istana dan gereja, namun fungsi masjid dikembalikan seperti semula
setelah Shalahuddin merebut
kembali kota itu. Renovasi, perbaikan, dan penambahan lebih lanjut dilakukan
pada abad-abad kemudian oleh para penguasa Ayyubiyah, Mamluk,
Utsmaniyah, Majelis Tinggi Islam, dan Yordania. Saat ini, Kota Lama Yerusalem berada di bawah
pengawasan Israel, tetapi masjid ini tetap berada di bawah perwalian lembaga wakaf
Islam pimpinan orang Palestina. Pembakaran Masjid Al-Aqsa pada tanggal 21 Agustus 1969 telah mendorong berdirinya Organisasi Konferensi Islam
yang saat ini beranggotakan 57 negara. Pembakaran tersebut juga
menyebabkan mimbar kuno Shalahuddin Al-Ayyubi
terbakar habis. Dinasti Bani Hasyim
penguasa Kerajaan Yordania telah menggantinya dengan mimbar
baru yang dikerjakan di Yordania, meskipun ada pula
yang menyatakan bahwa mimbar buatan Jepara
digunakan di masjid ini. Nama Masjid al-Aqsa bila diterjemahkan dari bahasa
Arab ke dalam bahasa Indonesia, maka ia berarti "masjid terjauh".
Nama ini berasal dari keterangan dalam Al-Qur'an pada Surah Al-Isra' ayat 1 mengenai Isra Mi'raj. Isra Mi'raj adalah perjalanan yang
dilakukan Muhammad dari Masjid Al-Haram menuju
Masjid Al-Aqsa, dan kemudian naik ke surga.
Dalam kitab Shahih Bukhari dijelaskan
bahwa Muhammad dalam perjalanan tersebut mengendarai Al-Buraq.
Istilah "terjauh" dalam hal ini digunakan dalam konteks yang berarti
"terjauh dari Mekkah". Selama berabad-abad yang dimaksud dengan
Masjid Al-Aqsa sesungguhnya tidak hanya masjid saja, melainkan juga area di
sekitar bangunan itu yang dianggap sebagai suatu tempat yang suci. Perubahan
penyebutan kemudian terjadi pada masa pemerintahan kesultanan Utsmaniyah
(kira-kira abad ke-16 sampai awal 1918), dimana area kompleks di sekitar masjid
disebut sebagai Al-Haram Asy-Syarif,
sedangkan bangunan masjid yang didirikan oleh Umar bin Khattab disebut sebagai Jami' Al-Aqsa atau
Masjid Al-Aqsa. Area masjid ini dahulu adalah bagian perluasan pembangunan
bukit oleh Raja Herodes Agung, yang
dimulai pada tahun 20 SM. Herodes memerintahkan tukang batu untuk memotong
permukaan batu di sisi timur dan selatan bukit, dan melapisinya. Sisa-sisa
pembangunan tersebut saat ini masih dapat ditemukan di beberapa lokasi. Ketika Bait Kedua masih berdiri, situs tempat masjid saat ini berdiri
disebut dengan nama Serambi Salomo, dan pada
tiap sisinya terdapat gudang kuil yang dinamakan chanuyot, yang memanjang sampai ke sisi selatan bukit.
Konstruksi tiang-tiang kolom besar persegi di bagian utara masjid serta
tembok-temboknya, baru-baru ini ditetapkan memiliki usia jauh lebih tua
daripada yang diperkirakan sebelumnya oleh peneliti-peneliti terdahulu (berdasarkan
tulisan para saksi mata dari masa itu), yaitu bahwa konstruksi tersebut berasal
dari masa kekuasaan Romawi. Tembok-tembok tersebut dibangun kembali atau
diperkuat tidak lama setelah penghancuran Yerusalem pada tahun 70 Masehi.
Struktur bawah tanah bangunan ini berasal dari masa kembalinya orang Yahudi
dari pembuangan Babilonia
mereka, yaitu 2.300 tahun yang lalu. Situasi politik telah menyebabkan
penggalian lebih lanjut di area tersebut tidak memungkinkan. Pada saat gempa
bumi tahun 1930-an merusak masjid ini, penanggalan atas beberapa bagian yang
terbuat dari kayu sempat dilakukan, yang menunjukkan kurun 900 SM. Kayu-kayu
tersebut adalah cypress (sejenis cemara) dan akasia.
Jenis yang disebut terakhir menurut Alkitab digunakan oleh Raja Salomo
dalam konstruksi bangunan-bangunannya di bukit tersebut pada sekitar 900 SM. Bersama
dengan Bait Suci, chanuyot yang ada ikut hancur oleh serangan Kaisar Romawi Titus (saat itu masih
jenderal) pada tahun 70. Kaisar Yustinianus membangun sebuah gereja
Kristen di situs ini pada tahun 530-an, yang dipersembahkan bagi Perawan Maria dan dinamakan "Gereja Bunda Kita".
Gereja ini belakangan dihancurkan oleh Kaisar Sassania Khosrau II pada awal abad ke-7, hingga tersisa sebagai
reruntuhan. Istilah "Masjid al-Aqsa" dalam Islam
tidaklah terbatas pada masjid saja, melainkan meliputi seluruh Al-Haram
Asy-Syarif (Bukit Bait Suci). Masjid ini dikenal sebagai rumah ibadah kedua
yang dibangun setelah Masjid Al-Haram di Mekkah.
Imam Muslim menyampaikan hadits
yang diriwayatkan dari Abu Dzar Al-Ghifari:
Saya bertanya kepada Rasulullah saw.
mengenai masjid yang mula-mula dibangun di atas bumi ini.
Rasulullah saw. menjawab: "Masjid
Al-Haram".
Saya bertanya: "Kemudian masjid
mana?"
Rasulullah saw. menjawab: "Masjid
Al-Aqsa".
Saya bertanya: "Berapa jarak
waktu antara keduanya?"
Rasulullah saw. menjawab: "Empat
puluh tahun. Kemudian seluruh bumi Allah adalah tempat sujud bagimu. Maka di
manapun kamu mendapati waktu salat, maka salatlah".
Selama perjalanan malamnya menuju Baitul Maqdis (Yerusalem), Muhammad mengendarai Al-Buraq
dan setibanya di sana ia salat dua rakaat
di Bukit Bait Suci. Setelah selesai salat, malaikat Jibril
membawanya naik ke surga, di mana ia bertemu dengan beberapa nabi lainnya, dan kemudian menerima perintah dari
Allah yang menetapkan kewajiban bagi umat Islam agar menjalankan salat lima waktu
setiap harinya. Ia kemudian kembali ke Mekkah. Masjid Al-Aqsa dikenal sebagai
"masjid terjauh" dalam Surah Al-Isra pada Al-Qur'an. Lokasinya menurut tradisi umat
Islam ditafsirkan sebagai situs Al-Haram Asy-Syarif di Yerusalem, di
mana masjid dengan nama ini sekarang telah berdiri. Berdasarkan tradisi ini,
istilah masjid yang dalam bahasa Arab secara harfiah berarti "tempat
sujud", juga dapat merujuk kepada tempat-tempat ibadah monoteistik lainnya seperti Haikal Sulaiman, yang dalam Al-Qur'an juga disebut dengan
istilah "masjid". Para sejarawan Barat Heribert Busse dan
Neal Robinson berpendapat bahwa itulah penafsiran yang diinginkan. Maimunah
binti Sa’ad dalam hadits tentang berziarah ke Masjid Al-Aqsa menyebutkan:
"Ya Nabi Allah, berikan fatwa kepadaku tentang Baitul Maqdis". Nabi
berkata, "Tempat dikumpulkannya dan disebarkannya (manusia). Maka
datangilah ia dan salat di dalamnya. Karena salat di dalamnya seperti salat
1.000 rakaat di selainnya". Maimunah berkata lagi: "Bagaimana jika
aku tidak bisa". "Maka berikanlah minyak untuk penerangannya. Barang
siapa yang memberikannya maka seolah ia telah mendatanginya." Sejarah
penting Masjid Al-Aqsa dalam Islam juga mendapatkan penekanan lebih lanjut,
karena umat Islam ketika salat pernah berkiblat
ke arah Al-Aqsa selama empat belas atau tujuh belas bulan setelah
peristiwa hijrah mereka ke Madinah tahun 624. Menurut Allamah Thabathaba'i,
Allah menyiapkan umat Islam untuk perpindahan kiblat tersebut, pertama-tama
dengan mengungkapkan kisah tentang Ibrahim dan anaknya Ismail,
doa-doa mereka untuk Ka'bah dan Mekkah, upaya mereka membangun Baitullah
(Ka'bah), serta perintah membersihkannya untuk digunakan sebagai tempat
beribadah kepada Allah. Kemudian diturunkanlah ayat-ayat Al-Qur'an yang
memerintahkan umat Islam untuk menghadap ke arah Masjid Al-Haram dalam salat mereka. Perubahan arah
kiblat adalah alasan mengapa Umar bin Khattab, salah seorang Khulafaur Rasyidin, tidak shalat
menghadap batu Ash-Shakhrah di Bukit Bait Suci ataupun
membangun bangunan di sekitarnya; meskipun ketika Umar tiba di sana pada tahun
638, ia mengenali batu tersebut yang diyakini sebagai tempat Muhammad memulai
perjalanannya naik ke surga. Hal ini karena berdasarkan yurisprudensi
Islam, setelah arah kiblat berpindah, maka Kab'ah di Mekkah telah
menjadi lebih penting daripada tempat batu Ash-Shakhrah di Bukit Bait Suci
tersebut. Berdasarkan riwayat-riwayat yang umum dikenal dalam tradisi Islam,
Umar memasuki Yerusalem setelah penaklukannya pada tahun 638. Ia diceritakan
bercakap-cakap dengan Ka'ab Al-Ahbar, seorang Yahudi
yang telah masuk Islam dan ikut datang bersamanya dari Madinah, mengenai tempat terbaik untuk membangun sebuah
masjid. Al-Ahbar menyarankan agar masjid dibangun di belakang batu Ash-Shakhrah
"... maka seluruh Al-Quds (berada) di depan Anda". Umar menjawab,
"Ka'ab, Anda sudah meniru ajaran Yahudi". Namun demikian,
segera setelah percakapan ini Umar dengan jubahnya mulai membersihkan tempat
yang telah dipenuhi dengan sampah dan puing-puing tersebut. Demikian pula kaum
Muslim pengikutnya turut serta membersihkan tempat itu. Umar kemudian
mendirikan salat di tempat yang diyakini sebagai tempat shalat
Muhammad pada saat Isra Mi'raj, dan Umar di tempat itu membacakan
ayat-ayat Al-Qur'an dari Surah Sad. Oleh karenanya, berdasarkan riwayat tersebut maka Umar
dianggap telah menyucikan kembali situs tersebut sebagai masjid. Mengingat
kesucian Bukit Bait Suci, sebagai tempat yang dipercayai pernah digunakan untuk
berdoa oleh Ibrahim, Daud, dan Sulaiman, maka Umar mendirikan sebuah rumah ibadah kecil di
sudut sebelah selatan area tersebut. Ia secara berhati-hati menghindarkan agar
batu Ash-Shakhrah tidak terletak di antara masjid itu dan Ka'bah, sehingga umat Islam hanya akan menghadap ke arah
Mekkah saja ketika mereka shalat. Yerusalem oleh banyak kalangan umat
Islam dianggap sebagai tempat yang suci, sesuai penafsiran mereka atas
ayat-ayat suci Al-Qur'an dan berbagai hadist. Abdallah El-Khatib berpendapat
bahwa kira-kira terdapat tujuh puluh tempat di dalam Al-Qur'an di mana
Yerusalem disebutkan secara tersirat. Yerusalem juga sering disebut-sebut di dalam
kitab-kitab hadist. Beberapa akademisi berpendapat bahwa status kesucian
Yerusalem mungkin dipengaruhi oleh meningkatnya penyebarnya sejenis genre
sastra tertentu, yaitu Al-Fadhail (sejarah kota-kota); sehingga kaum
Muslim yang terinspirasi, khususnya selama periode Umayyah, mengangkat status
kesucian kota itu melebihi statusnya menurut kitab suci. Akademisi-akademisi
lainnya mempertanyakan keberadaan motif-motif politik Dinasti Umayyah, sehingga
Yerusalem kemudian dianggap suci bagi umat Islam. Naskah-naskah abad
pertengahan, sebagaimana pula tulisan-tulisan politis era moderen ini, cenderung
menempatkan Masjid Al-Aqsa sebagai tempat suci ketiga bagi umat Islam. Sebagai
contoh, kitab Sahih Bukhari mengutip Abu Hurairah dari Nabi Muhammad SAW, yang mengatakan:
"Janganlah perjalanan itu memberatkan (kamu) kecuali ke tiga masjid yaitu Masjid Al-Haram, Masjid Rasulullah SAW, dan Masjid Al-Aqsa". Selain itu, Organisasi Konferensi Islam
(yang alasan pendiriannya adalah "untuk membebaskan Al-Aqsa dari
pendudukan Zionis [Israel]") menyebut Masjid Al-Aqsa dalam sebuah resolusi
yang mengutuk tindakan-tindakan Israel pada kota itu, sebagai tempat tersuci
ketiga bagi umat Islam. Beberapa penggalian di wilayah Masjid Al-Aqsa terjadi
sepanjang tahun 1970-an. Tahun 1970, pemerintah Israel memulai penggalian
intensif langsung di bawah masjid pada sisi selatan dan baratnya. Pada tahun
1977, penggalian berlanjut dan sebuah terowongan besar dibuka di bawah ruangan
ibadah wanita, serta sebuah terowongan baru digali di bawah masjid, mengarah
dari timur ke barat pada tahun 1979. Selain itu, Departemen Arkeologi yang
berada di bawah Kementerian Agama Israel, juga menggali sebuah terowongan di
dekat sisi barat masjid pada tahun 1984. Pada bulan Februari 2007, Departemen
tersebut memulai situs penggalian untuk mencari peninggalan arkeologi di sebuah
lokasi di mana pemerintah ingin membangun kembali sebuah jembatan penyeberangan
yang runtuh. Situs ini berjarak 60 meter dari masjid. Penggalian memicu
kemarahan di banyak negara dunia Islam, dan Israel dituduh telah mencoba
menghancurkan pondasi masjid. Ismail Haniya, saat itu Perdana Menteri
Otoritas Nasional Palestina dan pemimpin Hamas,
menyerukan Palestina untuk bersatu dalam menentang penggalian, sedangkan Fatah
menyatakan bahwa mereka akan mengakhiri gencatan senjata mereka dengan Israel.
Israel membantah semua tuduhan tersebut, dan menyebutnya sebagai hal yang
"menggelikan".
4. MESJID THURSINA (MASJID ATH-THURSINA)
Mesjid ini belum memiliki referensi yang jelas dan
memadai untuk diposting termasuk juga gambar masjid itu sendiri yang juga masih
belum diketahui.
Sumber: